Selasa, 24 Mei 2016

Cerpen "Kim"



Kim


S
uasana taman kota di sore ini terlihat begitu sangat ramai. Tatanan taman yang rapi dan indah sangat menyejukan mata bagi siapa saja yang menikmatinya. Siapa pun yang melihat dan menikmatinya pasti akan merasa nyaman dan senang. Tidak terkecuali Kim Tan. Pria yang memakai kemeja putih dengan jas yang di selempangkan di tangannya dan berparas tampan tersebut sedang menikmati indahnya taman kota di sore hari setelah seharian lelah bekerja. Terlihat Kim Tan sedang duduk di bangku taman yang panjang seraya mengamati aktivitas orang – orang yang berada di taman tersebut.
            Tidak lama kemudian, datanglah seorang wanita yang berjalan menghampiri Kim Tan. Wanita tersebut menghampiri Kim Tan bukan untuk menggoda Kim Tan, melainkan ia hanya ingin duduk di bangku taman untuk melepas rasa lelah setelah mengelilingi kota besar ini. Ketika wanita tersebut hendak duduk di samping Kim Tan, ia melempar senyuman manis kepada Kim Tan yang kebetulan menoleh ke arahnya. Dengan ramah, Kim Tan membalas senyuman wanita tersebut dan bergeser sedikit ke kanan untuk memberikan tempat.
            “Sudah seharian aku mengelilingi kota ini, tapi tidak juga mendapatkan rumah untuk aku tempati. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Ibu pasti akan mengkhawatirkanku jika ibu tau aku begini,” batin wanita tersebut. “Duhh... Kenapa tiba – tiba kepalaku pusing sekali?” ucapnya lirih. Tiba – tiba saja wanita tersebut pingsan di pangkuan Kim Tan. Sontak Kim Tan sangat terkejut dengan kejadian tersebut. Kim Tan berusaha membangunkan wanita tersebut dengan menggoyangkan tubuh wanita tersebut, “Hey! Bangun Nona!”
“Tuan, ada apa dengan istrimu? Kenapa tiba – tiba dia pingsan? Apa dia sedang sakit?” tanya seorang ibu yang lewat di depan Kim Tan. Spontan Kim Tan kaget atas apa yang dikatakan ibu itu, “A.. a.. ku? Istri?”
“Sebaiknya kau bawa dia ke rumah sakit saja, Tuan! Sebelum keadaannya menjadi semakin parah,” ucap seorang ibu yang lainnya. “Aargh, kenapa bisa jadi begini?” ucap Kim Tan kesal. Terpaksa Kim Tan memapah tubuh wanita yang sedang pingsan tersebut.
            Setelah sampai di rumah Kim Tan, Kim Tan menurunkan tubuh wanita tersebut di kasur kamarnya. “Kenapa aku membawamu kesini? Seharusnya aku membawamu ke rumah sakit,” ucap Kim Tan bingung. “Ah, tapi biarkan saja dia di sini untuk sementara waktu. Daripada aku harus membawanya ke rumah sakit, pasti urusannya akan semakin panjang. Lagipula, suster disana pasti juga akan mengira aku suaminya,” lanjut Kim Tan.
            Hari mulai gelap tapi wanita itu tidak juga sadar. Kim Tan mulai merasa resah, “Nona, bangunlah!” Kim Tan segera mengecek suhu tubuh wanita itu dengan menyentuh kening wanita tersebut. Tidak lama kemudian, wanita itu mulai membuka mata dan Kim Tan merasa sedikit lega. “Kau sudah bangun?” tanya Kim Tan. “Ada dimana aku?” tanya wanita tersebut seraya memegang kepalanya yang masih terasa pusing. “Kau ada di rumahku,” jawab Kim Tan. “Di rumahmu?” tanya wanita tersebut tak percaya. “Aaww..” rintih wanita tersebut. “Istirahat saja dulu disini. Sepertinya kau sedang sakit,” ucap Kim Tan prihatin, wanita tersebut hanya mengangguk.
***
            Malam pun silih berganti pagi. Sinar matahari mulai menerobos masuk melalui celah – celah jendela kamar Kim Tan. Wanita semalam yang menginap di rumah Kim Tan terbangun dari tidurnya yang nyenyak sejak semalam. Ia berjalan menuju pintu kamar dan melihat sekilas jarum jam yang menunjukkan pukul 7 pagi. Terlihat seorang pria tampan yang tak lain adalah Kim Tan sedang menyiapkan sarapan. “Kau sudah bangun?” tanya Kim Tam ketika mengetahui wanita tersebut keluar dari kamarnya. Wanita itu hanya mengangguk lalu mengahampiri Kim Tan di meja

makan. “Terima kasih kau sudah menolongku kemarin,” ucap wanita tersebut. “Hey, Nona! Kau tau tidak? Gara – gara kau pingsan di pangkuanku kemarin, orang – orang di taman itu mengira aku ini suamimu,” oceh Kim Tan yang tidak terima atas kejadian kemarin. Wanita itu hanya tertawa geli mendengarkan ocehan Kim Tan. “Kenapa kau tertawa? Berhentilah tertawa! Aku tidak suka itu,” protes Kim Tan. “Maaf,” ucap wanita itu seraya menahan tawa. “Oh iya, kau tidak perlu memanggilku nona. Perkenalkan namaku Kim Nana,” ucap wanita tersebut yang bernama Kim Nana seraya mengulurkan tangannya ke arah Kim Tan. “Panggil saja aku Nana,” lanjutnya. Kim Tan tidak menggrubis uluran tangan Kim Nana, “Makan saja rotinya.”
            “Ini sudah jam tujuh lewat delapan menit. Apa kau tidak pergi bekerja?” tanya Kim Nana. “Bagaimana bisa aku pergi bekerja sedangkan kau ada di rumahku sekarang? Lagipula hari ini aku sengaja mengambil cuti,” jawab Kim Tan. “Jangan bilang kau cuti karena aku,” ucap Kim Nana. “Aku belum tau namamu. Siapa namamu?” tanya Kim Nana dengan santai. “Kim Tan,” jawab Kim Tan singkat. “Kim Tan? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Kim Tan, Kim Nana. Ternyata nama kita hampir sama ya? Mungkin kita berjodoh,” tebak Kim Nana. “Haha... aku hanya bercanda,” lanjutnya dengan tertawa. Kim Tan hanya tersenyum miris mendengar celotehan Kim Nana. “Apa kau dari luar kota?” tanya Kim Tan penasaran. “Iya, aku ke kota ini karena aku mendapat pekerjaan di kota ini,” jelas Kim Nana. “Lalu dimana kau akan tinggal?” tanya Kim Tan. “Entahlah, aku juga belum tau,” ucap Kim Nana dengan pasrah.
“Memangnya dimana kau akan bekerja?”
“Rumah Sakit Medika.”
“Kebetulan aku punya rumah di dekat rumah sakit itu. Tidak terlalu besar, tapi aku pikir rumah itu cukup untukmu. Kau bisa tinggal di situ jika kau mau,” ucap Kim Tan menawarkan rumahnya yang lama tidak ia tempati.
“Benarkah? Kalau begitu aku mau. Aku akan mengontrak rumahmu saja.”
“Baiklah. Kalau begitu, nanti siang akan ku antar kau kesana.”
            Setelah selesai sarapan dan mandi, Kim Nana duduk di ruang tamu bersama Kim Tan. Tiba – tiba handphone Kim Nana berdering. “Halo, Ibu!” ucap Kim Nana menyapa ibunya ditelepon. “Ibu tenang saja, jangan terlalu memikirkan aku. Aku baik – baik saja di sini. Sekarang aku berada di rumah temanku, Bu. Mulai besok, aku akan tinggal di kontrakan, jadi ibu tenang saja ya,” jelas Kim Nana kepada ibunya. Setelah Kim Nana menjelaskan semua kepada ibunya, Kim Nana mengakhiri telponnya.
            “Hey! Siapa yang kau bilang teman? Aku?” tanya Kim Tan heran.
            “Kalau bukan kau, lalu siapa lagi?” Kim Nana melempar pertanyaan kembali kepada Kim Tan.
            “Hey, dengarkan aku ya, Kim Nana! Aku ini orang asing bagimu dan kau orang asing bagiku. Jadi jangan menganggapku teman dengan mudah,” protes Kim Tan.
            “Saat ini memang kita orang asing. Tapi lihat saja nanti, kita akan berteman,” protes Kim Nana tak mau kalah.
            “Sudahlah! Aku tidak ingin berdebat denganmu,” Kim Tan mulai mengalah.
            “Kau ini galak sekali,” cibir Kim Nana.
“Bagaimana dengan biaya kontrakan rumah?” tanya Kim Nana mencoba mengubah suasana menjadi dingin. “Satu bulannya Rp.1.000.000,” jawab Kim Tan dengan mengangkat satu jarinya. Mata Kim Nana langsung membelalak setelah mengetahui biaya yang diberikan Kim Tan, “Satu juta? Apa kau sudah gila?Bagaimana bisa aku membayar biaya kontrakan sebanyak itu? Lagipula, menurutku biaya rumah kontrakanmu itu mahal sekali. Dimana – mana biaya kontrakan rumah paling mahal Rp.800.000. Lagipula aku belum tau keadaan rumahmu itukan?.” Kim Tan hanya tertawa geli melihat ekspresi Kim Nana yang terkejut mengetahui biaya kontrakan rumah. “Kenapa kau ketawa? Apa ada yang lucu? Kau sedang menipuku ya?” selidik Kim Nana. “Kau ini mudah sekali untuk ditipu. Sudah jelas aku
hanya bercanda. Kau tenang saja, biaya kontrakannya selama satu bulan hanya 50% dari harga tadi,” jelas Kim Tan. “Kalau begitu aku ingin melihat rumahnya sekarang juga,” pinta Kim Nana. “Baiklah,” ucap Kim Tan.
            Setelah sampai di rumah kontrakan Kim Nana, ia mulai melihat – lihat kondisi rumah milik Kim Tan yang akan ia tempati. “Kau tenang saja, rumah ini masih terawat dengan baik. Di rumah ini juga masih ada perabotan – perabotan rumah tangga yang masih bagus,” jelas Kim Tan. “Lalu, kapan aku boleh menempati rumah ini?” tanya Kim Nana. “Terserah kau saja,” jawab Kim Tan yang sedang duduk di sofa. “Terima kasih atas kebaikanmu selama ini. Aku benar – benar berhutang budi padamu,” ucap Kim Nana senang. “Tadi kau bilang aku galak, sekarang kau berterima kasih padaku. Kau sangat lucu,” ucap Kim Tan dengan tertawa kecil. “Kau ini! Kau memang galak, tapi di sisi lain aku yakin kau sangat baik,” puji Kim Nana. Kim Tan hanya tersenyum senang mendengar pujian Kim Nana. “Jangan senang dulu! Baru dipuji sebentar saja, kepalamu sudah besar,” ucap Kim Nana. “Memangnya salah jika aku senang karena di puji?” tanya Kim Tan kritis kepada Kim Nana. “Apa perlu aku melanjutkan perdebatan ini? Asal kau tau saja ya, aku bisa menarik kata – kataku kembali,” jawab Kim Nana tanpa ragu. Kim Tan hanya tersenyum  pasrah menanggapi Kim Nana yang mulai kesal.
***
            Kim Nana sibuk mengemasi barang – barangnya di kamar Kim Tan, karena malam ini Kim Nana akan menempati rumah kontrakkannya. “Kau yakin akan menempati rumah itu sekarang?” tanya Kim Tan yang sedang memperhatikan Kim Nana mengemasi barang – barang. “Aku tidak bisa berlama – lama tinggal disini. Bukannya kau sendiri yang bilang kalau aku ini orang asing bagimu?” jawab Kim Nana dengan tersenyum kecil. Mendengar jawaban Nana, Kim Tan hanya bisa tersenyum.
            Kim Tan pun mengantarkan Kim Nana sampai di rumah kontrankannya. “Kapan kau akan masuk bekerja?” tanya Kim Tan setelah duduk di ruang tamu bersama Kim Nana. “Lusa,” jawab Kim Nana. “Kalau begitu, aku pulang dulu ya. Jangan lupa kunci pintu dan jendela,” pesan Kim Tan. “Wahh, kau mengkhawatirkanku ya?” Kim Nana mulai menggoda Kim Tan. “Aku hanya mengingatkanmu saja. Lagipula bagiku, mengkhawatirkanmu itu hanya akan membuat waktuku terbuang sia – sia,” ucap Kim Tan berusaha membela dirinya sendiri. Kim Nana hanya tertawa kecil melihat ekspresi Kim Tan yang sangat lucu baginya.
Sebelum masuk mobil, Kim Tan berkata, “Besok aku akan mentraktirmu minum. Musim panas ini sangat cocok jika kita minum bersama.”
“Baiklah, kau hati – hati di jalan!” pesan Kim Nana kepada Kim Tan yang hendak masuk mobil.
***
“Kau terlihat sedikit tampan jika memakai jas,” puji Kim Nana kepada Kim Tan yang sedang menyetir mobil. “Sedikit?” tanya Kim Tan. “Yups,” jawab Kim Nana yang kemudian tertawa kecil. “Kau terlihat lebih cantik ketika tertawa,” puji Kim Tan yang kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Pipi Kim Nana mulai memerah karena tersipu malu, ia hanya bisa tersenyum malu mendapat pujian Kim Tan.
“Kau mau pesan apa? Biar aku saja yang memesannya,” tanya Kim Nana ketika sudah berada di cafe. “Aku pesan minuman bersoda saja,” jawab Kim Tan tanpa melihat daftar menu minuman yang telah disodorkan Kim Nana. “Hey Kim Tam! Minuman bersoda itu tidak baik untuk kesehatan. Pasti kau sering meminumnyakan?” tegur Kim Nana yang tidak suka dengan kebiasaan Kim Tan. “Darimana kau tau aku sering meminum minuman bersoda?” tanya Kim Tan bingung ketika mengetahui Kim Nana mengetahui kebiasaannya. “Kau lupa ya? Aku ini kan pernah tinggal satu rumah denganmu, ya meskipun hanya satu hari. Jangan pikir aku tidak tau ya, Kim Tan. Di kulkasmu itu banyak minuman bersoda,” Jawab Kim Nana. “Berani sekali kau membuka kulkasku tanpa seijin dariku,” protes Kim Tan. “Waktu itu aku sangat haus, jadi aku membuka kulkasmu. Memangnya kau tega jika aku dehidrasi?” tanya Kim Nana. “Sudahlah,  pesan saja minuman yang menurutmu baik untuk kesehatan,” ucap Kim Tan mengalah.
Setelah Kim Nana pesan minuman pilihannya, tidak lama kemudian minuman pun datang. “Terima kasih,” ucap Kim Nana dengan ramah kepada pelayan cafe tersebut. “Nana, kau tau darimana kalau minuman bersoda itu tidak baik untuk kesehatan?” tanya Kim Tan setelah mencicipi minuman pilihan Kim Nana. “Semua orang pasti juga tau kalau minuman bersoda itu tidak baik untuk kesehatan kecuali kau. Lagipula aku ini kan seorang suster,” jawab Kim Nana dengan nada sedikit menekan. “Jadi kau bekerja di Rumah Sakit Medika sebagai seorang suster? Aku kira kau bekerja di rumah sakit itu sebagai office girl,” gurau Kim Tan seraya tertawa. “Terserah kau percaya denganku atau tidak. Yang penting aku ini adalah seorang suster yang cerdas dan cekatan,” ucap Kim Nana dengan percaya diri. “Hey! Kenapa kau jadi memuji dirimu sendiri? Itu tidak adil,” protes Kim Tan. “Tidak adil apa? Kau selalu saja protes,” ucap Kim Nana kesal.
Setelahmengobrol cukup lama di cafe tersebut, Kim Tan mengantarkan Kim Nana pulang. “Terima kasih kau sudah mentraktirku minum hari ini,” ucap Kim Nana berterima kasih ketika sampai di depan rumahnya. “Terima kasih juga kau mau menemaniku hari ini,” ucap Kim Tan dengan tersenyum. “Kalau begitu aku kembali ke kantor dulu untuk melanjutkan pekerjaanku,” pamit Kim Tan kepada Kim Nana. “Baiklah. Kalau boleh tau apa pekerjaanmu?” tanya Kim Nana penasaran. Tanpa menjawab pertanyaan dari Kim Nana, Kim Tan hanya tersenyum dan melambaikan tangan lalu masuk ke dalam mobilnya.
***
            Hari pertama Kim Nana bekerja membuat Kim Nana sangat bersemangat untuk memulai hari ini. Sebelum berangkat bekerja, Kim Nana menyempatkan diri untuk mengantarkan makanan khusus untuk Kim Tan ke kantornya. “Aku harap kau menyukainya, Kim Tan,” ucap Kim Nana dalam hati saat berada di dalam taksi.
            Kim Tan terlihat begitu sangat sibuk dengan pekerjaannya. Ia sibuk membuka lembar demi lembar buku laporan yang akan ia berikan kepada atasannya dengan sangat teliti. Di sela – sela kesibukannya, datanglah seorang sekretaris cantik membawa sesuatu yang dibungkus tas cantik untuk Kim Tan. “Permisi, Pak. Ini untuk Bapak,” ucap sekretaris cantik tersebut seraya memberikan bungkusan tersebut kepada Kim Tan. “Terima kasih,” ucap Kim Tan berterima kasih kepada sekretarisnya. Setelah Kim Tan membuka tas tersebut, ia tersenyum melihat isi tas tersebut yang ternyata berisi kotak makanan berwarna biru beserta surat kecil. Kim Tan membaca surat kecil tersebut yang berisi, “Semoga kau menyukainya. Aku memang tidak pandai memasak, tapi aku berusaha memasak makanan yang sangat lezat untukmu. Beritahu aku jika kau sudah menerimanya, kirimkan pesan di nomer ini : 08123458855. Kim Nana.” Kim Tan tersenyum ketika selesai membaca isi surat tersebut. Ia tidak menyangka, Kim Nana akan membuat makanan spesial untuknya.
            Di sisi lain Kim Nana sedang memeriksa kondisi pasien yang sudah berusia lanjut dengan telaten. Senyumannya tidak pernah hilang dari bibirnya saat memeriksa pasien tersebut. “Kau suster baru ya di sini? Aku baru melihatmu hari ini,” tanya nenek tersebut. “Iya, Nek. Aku suster baru di sini,” jawab Kim Nana dengan ramah. “Kau cantik sekali, pasti banyak pria yang menyukaimu,” puji nenek tersebut. “Nenek bisa saja. Tidak banyak yang menyukaiku Nek,” ucap Kim Nana yang teringat pada pengkhianatan seorang pria yang pernah sangat ia cintai. “Siapa namamu?” tanya nenek tersebut kepada Kim Nana. “Kim Nana,” jawab Kim Nana. “Nama yang sangat indah,” puji nenek. “Kalau begitu, Nana kembali ke pekerjaan yang lain ya, Nek,” pamit Kim Nana dengat sopan lalu keluar dari kamar nenek tersebut.
Ponsel Kim Nana tiba – tiba saja berdering. Baru saja ia mendapatkan kiriman pesan dari seseorang. “Terima kasih. Makanannya sangat lezat. Kim Tan,” isi pesan tersebut. Setelah membaca pesan singkat tersebut, terukir senyuman manis dari bibir Kim Nana.
            “Apa kau yang bernama Kim Nana?” tanya seorang dokter tampan kepada Kim Nana. “Iya Dokter,” jawab Kim Nana dengan ramah. “Tidak disangka akan ada suster secantik kau di rumah sakit ini,” puji dokter tersebut. “Perkenalkan namaku Kang Minho,” lanjutnya memperkenalkan diri. Kim Nana hanya membalas dengan anggukan dan tersenyum. “Senang bertemu denganmu, Suster Kim,” salam Kang Minho. “Senang juga bertemu denganmu, Dokter Kang,” balas Kim Nana.
            Ketika hari menjelang malam, Kim Nana bersiap – siap untuk pulang ke rumahnya. “Hari yang cukup melelahkan,” ucap Kim Nana saat berjalan keluar pintu rumah sakit. “Apa kau akan pulang sekarang? Aku bisa mengantarmu,” ucap Dokter Kang Minho yang kebetulan bertemu Kim Nana di depan Rumah Sakit Medika. “Ah tidak perlu Dokter, lagipula aku bisa pulang sendiri,” ucap Kim Nana menolak ajakan Kang Minho. “Apa kau yakin akan pulang sendirian?” tanya Kang Minho yang ingin berusaha mengantarkan Kim Nana pulang. Namun, tiba – tiba datanglah Kim Tan yang langsung memotong pembicaraan Kim Nana dan Kang Minho. “Dia tidak sendiri. Nana akan pulang denganku,” ucap Kim Tan menjawab pertanyaan Kang Minho. “Kim Tan?” ucap Kim Nana yang terkejut dengan kedatangan Kim Tan secara tiba – tiba. “Hm, kau lagi. Kenapa kita selalu berurusan dengan wanita yang sama?” tanya Kang Minho yang tidak senang dengan kedatangan Kim Tan. “Bukannya kau sendiri yang selalu membuat kita berurusan dengan wanita yang sama,” ucap Kim Tan dengan sinis. “Kenapa kau menyalahkan aku?” tanya Kang Minho yang mulai memanas. “Ayo Kim Nana, kita pulang sekarang,” ucap Kim Tan dengan menarik lengan Kim Nana tanpa menghiraukan Kang Minho.
            “Kau kenal dokter tampan itu?” tanya Kim Nana dalam perjalan pulang. “Dokter tampan kau bilang? Apa matamu sedang sakit?” tanya Kim Tan kesal. “Dokter Kang memang tampan. Apa salahnya aku berkata seperti itu?” jawab Kim Nana. “Kau ini aneh sekali. Kau tidak suka ya jika aku dekat dengannya? Apa kau cemburu?” lanjut Kim Nana dengan tatapan menyelidik. “Berhenti berbicara!” ucap Kim Tan yang mulai meninggikan nada suaranya. “Kenapa kau jadi membentakku? Aku hanya bertanya dengan pertanyaan yang tidak sulit untukmu. Kau tinggal menjawab iya atau tidak. Apa kau...” ucap Kim Nana terpotong. “Aku bilang berhenti berbicara!” potong Kim Tan yang mulai merendahkan nada suaranya. “Ish... kau ini benar – benar tidak sopan ya. Kau memotong pembicaraanku,” protes Kim Nana. Akhirnya, mereka saling diam selama dalam perjalanan pulang.
            “Maaf atas kejadian tadi,” ucap Kim Tan memulai pembicaraan ketika sampai di depan rumah Kim Nana. “Lupakan saja! Aku tau itu. Hati – hati di jalan!” pesan Kim Nana sebelum turun dari mobil Kim Tan.
***
            Keesokan harinya, seperti biasa Kim Nana harus memeriksa kondisi pasiennya satu – persatu dengan suster – suster yang lain. Kim Nana melangkahkan kakinya menuju kamar pasien nomor 124. “Selamat pagi! Maaf menggangu,” ucap Kim Nana. “Silahkan masuk Suster,” ucap nenek yang sebelumnya pernah bertemu dengan Kim Nana. “Kim Tan?” ucap Kim Nana yang terkejut dengan adanya Kim Tan di kamar nenek tersebut. “Lagi – lagi aku bertemu denganmu secara tiba – tiba,” lanjutnya. “Kalian sudah saling kenal?” tanya nenek kepada Kim Tan dan Kim Nana. “Iya, Nek. Kim Tan mengenalnya. Dia wanita yang sangat galak,” jawab Kim Tan dengan gurauan. “Apa kau bilang? Aku galak? Bukannya kau sendiri yang galak?” tanya Kim Nana yang tampaknya tidak terima. “Bukannya kau bilang sendiri yang bilang kalau aku itu orang yang baik?” ucap Kim Tan membela dirinya sendiri. “Waktu itu aku sedang tidak sadar tau,” ucap Kim Nana. “Sudah! Kalian tidak perlu berdebat,” ucap nenek menengahi perdebatan mereka. “Kim Tan, kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau kenal dengan nenek?” tanya Kim Nana. “Akukan tidak tau kalau kau yang merawat nenek Kyung He ini,” jawab Kim Tan. “Oh, jadi nama nenek Kyung He?” tanya Kim Nana kepada nenek tersebut yang bernama Kyung He. Nenek Kyung He hanya menganggukkan kepalanya. “Hey! Kau ini bagaimana? Kenapa kau bisa tidak tau nama nenek? Kau ini kan suster di sini. Bukannya seorang suster memiliki daftar nama pasiennya?” ucap Kim Tan melontarkan ribuan pertanyaan kepada Kim Nana. “Bukannya begitu, aku hanya lupa nama nenek saja. Begitu saja kau sudah marah,” jawab Kim Nana kesal. “Bagaimana aku tidak marah? Nama nenek saja kau tidak tau. Pokoknya kau harus merawat nenek dengan baik!” tegur Kim Tan. “Baiklah, aku minta maaf. Tapi tunggu dulu, kau serius sedang menegurku?” tanya Kim Nana yang merasa aneh dengan teguran Kim Tan. “Memangnya kau pikir aku ini sedang bercanda?” tanya Kim Tan sedikit kesal. “Haha... maaf Kim Tan, tapi waktu kau menegurku tadi, raut wajahmu terlihat aneh. Seperti sedang bercanda seperti tidak,” jawab Kim Nana dengan sedikit tertawa yang juga diikuti tawaan dari Nenek Kyung He. “Dari tadi kalian ini hanya berdebat saja. Suster Nana, apa kau tidak mau memeriksaku sekarang?” tanya Nenek Kyung He kepada Kim Nana yang asyik berdebat dengan Kim Tan.
            Setelah selesai memeriksa kondisi Nenek Kyung He, Kim Nana mulai menanyakan satu hal yang membuatnya penasaran kepada Kim Tan. “Kim Tan, kau cucu Nenek Kyung He ya?” tanya Kim Nana. “Kim Tan bukan cucu nenek, Nana. Dia hanya pemuda tampan berhati baik yang menolong nenek. Kami sudah saling kenal lama. Pertemuan kami berawal ketika Kim Tan menolong nenek, saat nenek sedang diusir oleh pemilik rumah. Semenjak itu, Kim Tan sering mengunjungi nenek sampai sekarang. Nenek sudah menganggapnya seperti cucu nenek sendiri,” ucap Nenek Kyung He menceritakan awal bertemunya dengan Kim Tan. “Wah, kau ini benar – benar seorang malaikat tampan ya,” puji Kim Nana atas kebaikan Kim Tan. “Nenek tau tidak? Kim Tan juga pernah menolongku loh, Nek. Semenjak Kim Tan menolong Nana, kami jadi dekat,” ucap Kim Nana yang juga menceritakan awal bertemunya dengan Kim Tan. “Dan nenek tau tidak? Kim Tan melakukan itu karena terpaksa. Andai saja waktu itu Nana tidak pingsan,” ucap Kim Tan yang mencoba membuat Kim Nana kesal.
***
            “Temui aku di cafe waktu kita kencan pertama kali” Isi pesan singkat dari Kim Tan. “Kencan?” tanya Kim Nana heran lalu tersenyum kecil setelah membaca pesan singkat yang ada di ponselnya.
            “Ada dimana dia?” tanya Kim Nana kebingungan mencari Kim Tan di antara orang – orang yang ada di cafe tersebut. Tidak lama kemudian ponsel Kim Nana berdering, Kim Nana baru saja menerima pesan singkat dari Kim Tan. “Berbaliklah! Punggungmu membelakangiku. Aku tidak bisa melihat wajah cantikmu” Isi pesan singkat tersebut. Setelah membaca pesan tersebut, Kim Nana membalik tubuhnya menoleh ke arah belakang. Benar saja, terlihat Kim Tan sedang duduk di meja nomor 13. Kim Nana berjalan mendekati Kim Tan yang sedang tersenyum ke arahnya. “Aaah, tampaknya sekarang kau berani menggodaku ya,” ucap Kim Nana yang duduk di hadapan Kim Tan. “Ada apa kau menyuruhku dating kesini?” tanya Kim Nana penasaran. “Memangnya tidak boleh? Apa dokter tampan yang bernama Kang Minho-mu itu melarangmu untuk menemuiku?” selidik Kim Tan panjang lebar. “Jadi kau cemburu?” Kim Nana mulai menggoda Kim Tan yang mulai terbakar api cemburu. “Sudahlah lupakan saja! Aku tidak ingin membahasnya,” kesal Kim Tan yang disusul gelak tawa Kim Nana.
            “Kenapa kau selalu tertawa begitu di hadapanku Kim Nana?” tanya Kim Tan dengan sudut mata yang sedikit menggoda. “Memangnya kenapa? Apa aku tidak boleh tertawa di hadapanmu Kim Tan?” ucap Kim Nana yang masih tertawa kecil. “Kau terlalu cantik untuk itu,” puji Kim Tan tanpa segan – segan.”Aaaaa… Apa kau benar – benar memujiku sekarang? Apa kau menyukaiku?” tebak Kim Nana dengan maksud bercanda. “Apa perlu aku menjelaskannya dengan rangkaian kata – kata manis?” tanya Kim Tan yang semakin menatap mata Kim Nana. Sontak pertanyaan Kim Tan itu membuat Kim Nana terkejut dan tersipu malu. “Sepertinya tidak perlu. Kau telah menjelaskan semuanya dengan isyarat tubuhmu itu,” jelas Kim Nana seraya tersenyum membalas tatapan mata Kim Tan. “Kalau begitu, kau tidak boleh terlalu sering berbicara dengan Kang Minho itu. Berhentilah menyebutnya dokter tampan,” ucap Kim Tan menunjukkan kecemburuannya. “Baiklah Manager Kim Tan-ku,” ucap Kim Nana dengan mesra.

“Awal kami bertemu memanglah tidak seromantis pasangan – pasangan lain. Tetapi, kami mampu mengatasinya dengan cinta dan mengakhirinya juga dengan cinta.”
~Kim~

Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Parasitologi "Kelas Rhizopoda"

Protozoa (Berdasarkan Alat Gerak) Kelas Rhizopoda (Gerak semu / pseudopodi)     Kelas Rhizopoda berdasarkan habitatnya dibagi...