Kim
|
S
|
uasana taman kota di sore ini terlihat begitu sangat
ramai. Tatanan taman yang rapi dan indah sangat menyejukan mata bagi siapa saja
yang menikmatinya. Siapa pun yang melihat dan menikmatinya pasti akan merasa
nyaman dan senang. Tidak terkecuali Kim Tan. Pria yang memakai kemeja putih
dengan jas yang di selempangkan di tangannya dan berparas tampan tersebut
sedang menikmati indahnya taman kota di sore hari setelah seharian lelah
bekerja. Terlihat Kim Tan sedang duduk di bangku taman yang panjang seraya
mengamati aktivitas orang – orang yang berada di taman tersebut.
Tidak
lama kemudian, datanglah seorang wanita yang berjalan menghampiri Kim Tan.
Wanita tersebut menghampiri Kim Tan bukan untuk menggoda Kim Tan, melainkan ia
hanya ingin duduk di bangku taman untuk melepas rasa lelah setelah mengelilingi
kota besar ini. Ketika wanita tersebut hendak duduk di samping Kim Tan, ia
melempar senyuman manis kepada Kim Tan yang kebetulan menoleh ke arahnya. Dengan
ramah, Kim Tan membalas senyuman wanita tersebut dan bergeser sedikit ke kanan
untuk memberikan tempat.
“Sudah
seharian aku mengelilingi kota ini, tapi tidak juga mendapatkan rumah untuk aku
tempati. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Ibu pasti akan
mengkhawatirkanku jika ibu tau aku begini,” batin wanita tersebut. “Duhh... Kenapa
tiba – tiba kepalaku pusing sekali?” ucapnya lirih. Tiba – tiba saja wanita
tersebut pingsan di pangkuan Kim Tan. Sontak Kim Tan sangat terkejut dengan
kejadian tersebut. Kim Tan berusaha membangunkan wanita tersebut dengan
menggoyangkan tubuh wanita tersebut, “Hey! Bangun Nona!”
“Tuan, ada apa dengan istrimu?
Kenapa tiba – tiba dia pingsan? Apa dia sedang sakit?” tanya seorang ibu yang lewat
di depan Kim Tan. Spontan Kim Tan kaget atas apa yang dikatakan ibu itu, “A..
a.. ku? Istri?”
“Sebaiknya kau bawa dia ke rumah
sakit saja, Tuan! Sebelum keadaannya menjadi semakin parah,” ucap seorang ibu
yang lainnya. “Aargh, kenapa bisa jadi begini?” ucap Kim Tan kesal. Terpaksa
Kim Tan memapah tubuh wanita yang sedang pingsan tersebut.
Setelah
sampai di rumah Kim Tan, Kim Tan menurunkan tubuh wanita tersebut di kasur
kamarnya. “Kenapa aku membawamu kesini? Seharusnya aku membawamu ke rumah
sakit,” ucap Kim Tan bingung. “Ah, tapi biarkan saja dia di sini untuk
sementara waktu. Daripada aku harus membawanya ke rumah sakit, pasti urusannya
akan semakin panjang. Lagipula, suster disana pasti juga akan mengira aku
suaminya,” lanjut Kim Tan.
Hari
mulai gelap tapi wanita itu tidak juga sadar. Kim Tan mulai merasa resah,
“Nona, bangunlah!” Kim Tan segera mengecek suhu tubuh wanita itu dengan
menyentuh kening wanita tersebut. Tidak lama kemudian, wanita itu mulai membuka
mata dan Kim Tan merasa sedikit lega. “Kau sudah bangun?” tanya Kim Tan. “Ada dimana
aku?” tanya wanita tersebut seraya memegang kepalanya yang masih terasa pusing.
“Kau ada di rumahku,” jawab Kim Tan. “Di rumahmu?” tanya wanita tersebut tak
percaya. “Aaww..” rintih wanita tersebut. “Istirahat saja dulu disini.
Sepertinya kau sedang sakit,” ucap Kim Tan prihatin, wanita tersebut hanya
mengangguk.
***
Malam pun silih berganti pagi. Sinar matahari mulai menerobos
masuk melalui celah – celah jendela kamar Kim Tan. Wanita semalam yang menginap
di rumah Kim Tan terbangun dari tidurnya yang nyenyak sejak semalam. Ia
berjalan menuju pintu kamar dan melihat sekilas jarum jam yang menunjukkan
pukul 7 pagi. Terlihat seorang pria tampan yang tak lain adalah Kim Tan sedang
menyiapkan sarapan. “Kau sudah bangun?” tanya Kim Tam ketika mengetahui wanita
tersebut keluar dari kamarnya. Wanita itu hanya mengangguk lalu mengahampiri
Kim Tan di meja
makan. “Terima kasih kau sudah menolongku kemarin,”
ucap wanita tersebut. “Hey, Nona! Kau tau tidak? Gara – gara kau pingsan di
pangkuanku kemarin, orang – orang di taman itu mengira aku ini suamimu,” oceh
Kim Tan yang tidak terima atas kejadian kemarin. Wanita itu hanya tertawa geli
mendengarkan ocehan Kim Tan. “Kenapa kau tertawa? Berhentilah tertawa! Aku
tidak suka itu,” protes Kim Tan. “Maaf,” ucap wanita itu seraya menahan tawa.
“Oh iya, kau tidak perlu memanggilku nona. Perkenalkan namaku Kim Nana,” ucap
wanita tersebut yang bernama Kim Nana seraya mengulurkan tangannya ke arah Kim
Tan. “Panggil saja aku Nana,” lanjutnya. Kim Tan tidak menggrubis uluran tangan
Kim Nana, “Makan saja rotinya.”
“Ini
sudah jam tujuh lewat delapan menit. Apa kau tidak pergi bekerja?” tanya Kim
Nana. “Bagaimana bisa aku pergi bekerja sedangkan kau ada di rumahku sekarang?
Lagipula hari ini aku sengaja mengambil cuti,” jawab Kim Tan. “Jangan bilang
kau cuti karena aku,” ucap Kim Nana. “Aku belum tau namamu. Siapa namamu?”
tanya Kim Nana dengan santai. “Kim Tan,” jawab Kim Tan singkat. “Kim Tan?
Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Kim Tan, Kim Nana. Ternyata nama kita
hampir sama ya? Mungkin kita berjodoh,” tebak Kim Nana. “Haha... aku hanya
bercanda,” lanjutnya dengan tertawa. Kim Tan hanya tersenyum miris mendengar
celotehan Kim Nana. “Apa kau dari luar kota?” tanya Kim Tan penasaran. “Iya,
aku ke kota ini karena aku mendapat pekerjaan di kota ini,” jelas Kim Nana.
“Lalu dimana kau akan tinggal?” tanya Kim Tan. “Entahlah, aku juga belum tau,”
ucap Kim Nana dengan pasrah.
“Memangnya dimana kau akan
bekerja?”
“Rumah Sakit Medika.”
“Kebetulan aku punya rumah di dekat
rumah sakit itu. Tidak terlalu besar, tapi aku pikir rumah itu cukup untukmu.
Kau bisa tinggal di situ jika kau mau,” ucap Kim Tan menawarkan rumahnya yang
lama tidak ia tempati.
“Benarkah? Kalau begitu aku mau.
Aku akan mengontrak rumahmu saja.”
“Baiklah. Kalau begitu, nanti siang
akan ku antar kau kesana.”
Setelah
selesai sarapan dan mandi, Kim Nana duduk di ruang tamu bersama Kim Tan. Tiba –
tiba handphone Kim Nana berdering. “Halo, Ibu!” ucap Kim Nana menyapa ibunya
ditelepon. “Ibu tenang saja, jangan terlalu memikirkan aku. Aku baik – baik
saja di sini. Sekarang aku berada di rumah temanku, Bu. Mulai besok, aku akan tinggal
di kontrakan, jadi ibu tenang saja ya,” jelas Kim Nana kepada ibunya. Setelah
Kim Nana menjelaskan semua kepada ibunya, Kim Nana mengakhiri telponnya.
“Hey!
Siapa yang kau bilang teman? Aku?” tanya Kim Tan heran.
“Kalau
bukan kau, lalu siapa lagi?” Kim Nana melempar pertanyaan kembali kepada Kim
Tan.
“Hey,
dengarkan aku ya, Kim Nana! Aku ini orang asing bagimu dan kau orang asing
bagiku. Jadi jangan menganggapku teman dengan mudah,” protes Kim Tan.
“Saat
ini memang kita orang asing. Tapi lihat saja nanti, kita akan berteman,” protes
Kim Nana tak mau kalah.
“Sudahlah!
Aku tidak ingin berdebat denganmu,” Kim Tan mulai mengalah.
“Kau
ini galak sekali,” cibir Kim Nana.
“Bagaimana dengan biaya
kontrakan rumah?” tanya Kim Nana mencoba mengubah suasana menjadi dingin. “Satu
bulannya Rp.1.000.000,” jawab Kim Tan dengan mengangkat satu jarinya. Mata Kim
Nana langsung membelalak setelah mengetahui biaya yang diberikan Kim Tan, “Satu
juta? Apa kau sudah gila?Bagaimana bisa aku membayar biaya kontrakan sebanyak
itu? Lagipula, menurutku biaya rumah kontrakanmu itu mahal sekali. Dimana –
mana biaya kontrakan rumah paling mahal Rp.800.000. Lagipula aku belum tau
keadaan rumahmu itukan?.” Kim Tan hanya tertawa geli melihat ekspresi Kim Nana
yang terkejut mengetahui biaya kontrakan rumah. “Kenapa kau ketawa? Apa ada
yang lucu? Kau sedang menipuku ya?” selidik Kim Nana. “Kau ini mudah sekali
untuk ditipu. Sudah jelas aku
hanya bercanda. Kau tenang saja, biaya
kontrakannya selama satu bulan hanya 50% dari harga tadi,” jelas Kim Tan.
“Kalau begitu aku ingin melihat rumahnya sekarang juga,” pinta Kim Nana.
“Baiklah,” ucap Kim Tan.
Setelah
sampai di rumah kontrakan Kim Nana, ia mulai melihat – lihat kondisi rumah
milik Kim Tan yang akan ia tempati. “Kau tenang saja, rumah ini masih terawat
dengan baik. Di rumah ini juga masih ada perabotan – perabotan rumah tangga
yang masih bagus,” jelas Kim Tan. “Lalu, kapan aku boleh menempati rumah ini?”
tanya Kim Nana. “Terserah kau saja,” jawab Kim Tan yang sedang duduk di sofa.
“Terima kasih atas kebaikanmu selama ini. Aku benar – benar berhutang budi
padamu,” ucap Kim Nana senang. “Tadi kau bilang aku galak, sekarang kau
berterima kasih padaku. Kau sangat lucu,” ucap Kim Tan dengan tertawa kecil.
“Kau ini! Kau memang galak, tapi di sisi lain aku yakin kau sangat baik,” puji
Kim Nana. Kim Tan hanya tersenyum senang mendengar pujian Kim Nana. “Jangan
senang dulu! Baru dipuji sebentar saja, kepalamu sudah besar,” ucap Kim Nana.
“Memangnya salah jika aku senang karena di puji?” tanya Kim Tan kritis kepada
Kim Nana. “Apa perlu aku melanjutkan perdebatan ini? Asal kau tau saja ya, aku
bisa menarik kata – kataku kembali,” jawab Kim Nana tanpa ragu. Kim Tan hanya
tersenyum pasrah menanggapi Kim Nana
yang mulai kesal.
***
Kim
Nana sibuk mengemasi barang – barangnya di kamar Kim Tan, karena malam ini Kim
Nana akan menempati rumah kontrakkannya. “Kau yakin akan menempati rumah itu
sekarang?” tanya Kim Tan yang sedang memperhatikan Kim Nana mengemasi barang –
barang. “Aku tidak bisa berlama – lama tinggal disini. Bukannya kau sendiri
yang bilang kalau aku ini orang asing bagimu?” jawab Kim Nana dengan tersenyum
kecil. Mendengar jawaban Nana, Kim Tan hanya bisa tersenyum.
Kim
Tan pun mengantarkan Kim Nana sampai di rumah kontrankannya. “Kapan kau akan
masuk bekerja?” tanya Kim Tan setelah duduk di ruang tamu bersama Kim Nana.
“Lusa,” jawab Kim Nana. “Kalau begitu, aku pulang dulu ya. Jangan lupa kunci
pintu dan jendela,” pesan Kim Tan. “Wahh, kau mengkhawatirkanku ya?” Kim Nana
mulai menggoda Kim Tan. “Aku hanya mengingatkanmu saja. Lagipula bagiku, mengkhawatirkanmu
itu hanya akan membuat waktuku terbuang sia – sia,” ucap Kim Tan berusaha
membela dirinya sendiri. Kim Nana hanya tertawa kecil melihat ekspresi Kim Tan
yang sangat lucu baginya.
Sebelum masuk mobil, Kim Tan
berkata, “Besok aku akan mentraktirmu minum. Musim panas ini sangat cocok jika
kita minum bersama.”
“Baiklah, kau hati – hati di
jalan!” pesan Kim Nana kepada Kim Tan yang hendak masuk mobil.
***
“Kau terlihat sedikit tampan jika
memakai jas,” puji Kim Nana kepada Kim Tan yang sedang menyetir mobil.
“Sedikit?” tanya Kim Tan. “Yups,” jawab Kim Nana yang kemudian tertawa kecil.
“Kau terlihat lebih cantik ketika tertawa,” puji Kim Tan yang kemudian
melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Pipi Kim Nana mulai memerah
karena tersipu malu, ia hanya bisa tersenyum malu mendapat pujian Kim Tan.
“Kau mau pesan apa? Biar aku saja
yang memesannya,” tanya Kim Nana ketika sudah berada di cafe. “Aku pesan minuman
bersoda saja,” jawab Kim Tan tanpa melihat daftar menu minuman yang telah
disodorkan Kim Nana. “Hey Kim Tam! Minuman bersoda itu tidak baik untuk kesehatan.
Pasti kau sering meminumnyakan?” tegur Kim Nana yang tidak suka dengan
kebiasaan Kim Tan. “Darimana kau tau aku sering meminum minuman bersoda?” tanya
Kim Tan bingung ketika mengetahui Kim Nana mengetahui kebiasaannya. “Kau lupa
ya? Aku ini kan pernah tinggal satu rumah denganmu, ya meskipun hanya satu
hari. Jangan pikir aku tidak tau ya, Kim Tan. Di kulkasmu itu banyak minuman
bersoda,” Jawab Kim Nana. “Berani sekali kau membuka kulkasku tanpa seijin
dariku,” protes Kim Tan. “Waktu itu aku sangat haus, jadi aku membuka kulkasmu.
Memangnya kau tega jika aku dehidrasi?” tanya Kim Nana. “Sudahlah, pesan saja minuman yang menurutmu baik untuk
kesehatan,” ucap Kim Tan mengalah.
Setelah Kim Nana pesan minuman
pilihannya, tidak lama kemudian minuman pun datang. “Terima kasih,” ucap Kim
Nana dengan ramah kepada pelayan cafe tersebut. “Nana, kau tau darimana kalau
minuman bersoda itu tidak baik untuk kesehatan?” tanya Kim Tan setelah
mencicipi minuman pilihan Kim Nana. “Semua orang pasti juga tau kalau minuman
bersoda itu tidak baik untuk kesehatan kecuali kau. Lagipula aku ini kan
seorang suster,” jawab Kim Nana dengan nada sedikit menekan. “Jadi kau bekerja
di Rumah Sakit Medika sebagai seorang suster? Aku kira kau bekerja di rumah
sakit itu sebagai office girl,” gurau Kim Tan seraya tertawa. “Terserah kau
percaya denganku atau tidak. Yang penting aku ini adalah seorang suster yang
cerdas dan cekatan,” ucap Kim Nana dengan percaya diri. “Hey! Kenapa kau jadi
memuji dirimu sendiri? Itu tidak adil,” protes Kim Tan. “Tidak adil apa? Kau
selalu saja protes,” ucap Kim Nana kesal.
Setelahmengobrol cukup lama di cafe
tersebut, Kim Tan mengantarkan Kim Nana pulang. “Terima kasih kau sudah
mentraktirku minum hari ini,” ucap Kim Nana berterima kasih ketika sampai di depan
rumahnya. “Terima kasih juga kau mau menemaniku hari ini,” ucap Kim Tan dengan
tersenyum. “Kalau begitu aku kembali ke kantor dulu untuk melanjutkan
pekerjaanku,” pamit Kim Tan kepada Kim Nana. “Baiklah. Kalau boleh tau apa
pekerjaanmu?” tanya Kim Nana penasaran. Tanpa menjawab pertanyaan dari Kim
Nana, Kim Tan hanya tersenyum dan melambaikan tangan lalu masuk ke dalam
mobilnya.
***
Hari
pertama Kim Nana bekerja membuat Kim Nana sangat bersemangat untuk memulai hari
ini. Sebelum berangkat bekerja, Kim Nana menyempatkan diri untuk mengantarkan
makanan khusus untuk Kim Tan ke kantornya. “Aku harap kau menyukainya, Kim
Tan,” ucap Kim Nana dalam hati saat berada di dalam taksi.
Kim
Tan terlihat begitu sangat sibuk dengan pekerjaannya. Ia sibuk membuka lembar
demi lembar buku laporan yang akan ia berikan kepada atasannya dengan sangat
teliti. Di sela – sela kesibukannya, datanglah seorang sekretaris cantik
membawa sesuatu yang dibungkus tas cantik untuk Kim Tan. “Permisi, Pak. Ini
untuk Bapak,” ucap sekretaris cantik tersebut seraya memberikan bungkusan
tersebut kepada Kim Tan. “Terima kasih,” ucap Kim Tan berterima kasih kepada
sekretarisnya. Setelah Kim Tan membuka tas tersebut, ia tersenyum melihat isi
tas tersebut yang ternyata berisi kotak makanan berwarna biru beserta surat
kecil. Kim Tan membaca surat kecil tersebut yang berisi, “Semoga kau
menyukainya. Aku memang tidak pandai memasak, tapi aku berusaha memasak makanan
yang sangat lezat untukmu. Beritahu aku jika kau sudah menerimanya, kirimkan
pesan di nomer ini : 08123458855. Kim Nana.” Kim Tan tersenyum ketika selesai
membaca isi surat tersebut. Ia tidak menyangka, Kim Nana akan membuat makanan
spesial untuknya.
Di sisi lain Kim Nana sedang
memeriksa kondisi pasien yang sudah berusia lanjut dengan telaten. Senyumannya
tidak pernah hilang dari bibirnya saat memeriksa pasien tersebut. “Kau suster
baru ya di sini? Aku baru melihatmu hari ini,” tanya nenek tersebut. “Iya, Nek.
Aku suster baru di sini,” jawab Kim Nana dengan ramah. “Kau cantik sekali,
pasti banyak pria yang menyukaimu,” puji nenek tersebut. “Nenek bisa saja.
Tidak banyak yang menyukaiku Nek,” ucap Kim Nana yang teringat pada
pengkhianatan seorang pria yang pernah sangat ia cintai. “Siapa namamu?” tanya
nenek tersebut kepada Kim Nana. “Kim Nana,” jawab Kim Nana. “Nama yang sangat
indah,” puji nenek. “Kalau begitu, Nana kembali ke pekerjaan yang lain ya,
Nek,” pamit Kim Nana dengat sopan lalu keluar dari kamar nenek tersebut.
Ponsel Kim Nana tiba – tiba saja berdering. Baru
saja ia mendapatkan kiriman pesan dari seseorang. “Terima kasih. Makanannya
sangat lezat. Kim Tan,” isi pesan tersebut. Setelah membaca pesan singkat tersebut,
terukir senyuman manis dari bibir Kim Nana.
“Apa
kau yang bernama Kim Nana?” tanya seorang dokter tampan kepada Kim Nana. “Iya
Dokter,” jawab Kim Nana dengan ramah. “Tidak disangka akan ada suster secantik
kau di rumah sakit ini,” puji dokter tersebut. “Perkenalkan namaku Kang Minho,”
lanjutnya memperkenalkan diri. Kim Nana hanya membalas dengan anggukan dan
tersenyum. “Senang bertemu denganmu, Suster Kim,” salam Kang Minho. “Senang
juga bertemu denganmu, Dokter Kang,” balas Kim Nana.
Ketika
hari menjelang malam, Kim Nana bersiap – siap untuk pulang ke rumahnya. “Hari
yang cukup melelahkan,” ucap Kim Nana saat berjalan keluar pintu rumah sakit.
“Apa kau akan pulang sekarang? Aku bisa mengantarmu,” ucap Dokter Kang Minho
yang kebetulan bertemu Kim Nana di depan Rumah Sakit Medika. “Ah tidak perlu
Dokter, lagipula aku bisa pulang sendiri,” ucap Kim Nana menolak ajakan Kang
Minho. “Apa kau yakin akan pulang sendirian?” tanya Kang Minho yang ingin
berusaha mengantarkan Kim Nana pulang. Namun, tiba – tiba datanglah Kim Tan
yang langsung memotong pembicaraan Kim Nana dan Kang Minho. “Dia tidak sendiri.
Nana akan pulang denganku,” ucap Kim Tan menjawab pertanyaan Kang Minho. “Kim
Tan?” ucap Kim Nana yang terkejut dengan kedatangan Kim Tan secara tiba – tiba.
“Hm, kau lagi. Kenapa kita selalu berurusan dengan wanita yang sama?” tanya
Kang Minho yang tidak senang dengan kedatangan Kim Tan. “Bukannya kau sendiri
yang selalu membuat kita berurusan dengan wanita yang sama,” ucap Kim Tan dengan
sinis. “Kenapa kau menyalahkan aku?” tanya Kang Minho yang mulai memanas. “Ayo
Kim Nana, kita pulang sekarang,” ucap Kim Tan dengan menarik lengan Kim Nana
tanpa menghiraukan Kang Minho.
“Kau
kenal dokter tampan itu?” tanya Kim Nana dalam perjalan pulang. “Dokter tampan
kau bilang? Apa matamu sedang sakit?” tanya Kim Tan kesal. “Dokter Kang memang
tampan. Apa salahnya aku berkata seperti itu?” jawab Kim Nana. “Kau ini aneh
sekali. Kau tidak suka ya jika aku dekat dengannya? Apa kau cemburu?” lanjut
Kim Nana dengan tatapan menyelidik. “Berhenti berbicara!” ucap Kim Tan yang
mulai meninggikan nada suaranya. “Kenapa kau jadi membentakku? Aku hanya
bertanya dengan pertanyaan yang tidak sulit untukmu. Kau tinggal menjawab iya
atau tidak. Apa kau...” ucap Kim Nana terpotong. “Aku bilang berhenti
berbicara!” potong Kim Tan yang mulai merendahkan nada suaranya. “Ish... kau
ini benar – benar tidak sopan ya. Kau memotong pembicaraanku,” protes Kim Nana.
Akhirnya, mereka saling diam selama dalam perjalanan pulang.
“Maaf
atas kejadian tadi,” ucap Kim Tan memulai pembicaraan ketika sampai di depan
rumah Kim Nana. “Lupakan saja! Aku tau itu. Hati – hati di jalan!” pesan Kim
Nana sebelum turun dari mobil Kim Tan.
***
Keesokan
harinya, seperti biasa Kim Nana harus memeriksa kondisi pasiennya satu –
persatu dengan suster – suster yang lain. Kim Nana melangkahkan kakinya menuju
kamar pasien nomor 124. “Selamat pagi! Maaf menggangu,” ucap Kim Nana.
“Silahkan masuk Suster,” ucap nenek yang sebelumnya pernah bertemu dengan Kim
Nana. “Kim Tan?” ucap Kim Nana yang terkejut dengan adanya Kim Tan di kamar
nenek tersebut. “Lagi – lagi aku bertemu denganmu secara tiba – tiba,”
lanjutnya. “Kalian sudah saling kenal?” tanya nenek kepada Kim Tan dan Kim
Nana. “Iya, Nek. Kim Tan mengenalnya. Dia wanita yang sangat galak,” jawab Kim
Tan dengan gurauan. “Apa kau bilang? Aku galak? Bukannya kau sendiri yang
galak?” tanya Kim Nana yang tampaknya tidak terima. “Bukannya kau bilang
sendiri yang bilang kalau aku itu orang yang baik?” ucap Kim Tan membela
dirinya sendiri. “Waktu itu aku sedang tidak sadar tau,” ucap Kim Nana. “Sudah!
Kalian tidak perlu berdebat,” ucap nenek menengahi perdebatan mereka. “Kim Tan,
kenapa kau tidak bilang padaku kalau kau kenal dengan nenek?” tanya Kim Nana.
“Akukan tidak tau kalau kau yang merawat nenek Kyung He ini,” jawab Kim Tan.
“Oh, jadi nama nenek Kyung He?” tanya Kim Nana kepada nenek tersebut yang
bernama Kyung He. Nenek Kyung He hanya menganggukkan kepalanya. “Hey! Kau ini
bagaimana? Kenapa kau bisa tidak tau nama nenek? Kau ini kan suster di sini.
Bukannya seorang suster memiliki daftar nama pasiennya?” ucap Kim Tan
melontarkan ribuan pertanyaan kepada Kim Nana. “Bukannya begitu, aku hanya lupa
nama nenek saja. Begitu saja kau sudah marah,” jawab Kim Nana kesal. “Bagaimana
aku tidak marah? Nama nenek saja kau tidak tau. Pokoknya kau harus merawat
nenek dengan baik!” tegur Kim Tan. “Baiklah, aku minta maaf. Tapi tunggu dulu,
kau serius sedang menegurku?” tanya Kim Nana yang merasa aneh dengan teguran
Kim Tan. “Memangnya kau pikir aku ini sedang bercanda?” tanya Kim Tan sedikit
kesal. “Haha... maaf Kim Tan, tapi waktu kau menegurku tadi, raut wajahmu
terlihat aneh. Seperti sedang bercanda seperti tidak,” jawab Kim Nana dengan
sedikit tertawa yang juga diikuti tawaan dari Nenek Kyung He. “Dari tadi kalian
ini hanya berdebat saja. Suster Nana, apa kau tidak mau memeriksaku sekarang?”
tanya Nenek Kyung He kepada Kim Nana yang asyik berdebat dengan Kim Tan.
Setelah
selesai memeriksa kondisi Nenek Kyung He, Kim Nana mulai menanyakan satu hal yang
membuatnya penasaran kepada Kim Tan. “Kim Tan, kau cucu Nenek Kyung He ya?”
tanya Kim Nana. “Kim Tan bukan cucu nenek, Nana. Dia hanya pemuda tampan
berhati baik yang menolong nenek. Kami sudah saling kenal lama. Pertemuan kami
berawal ketika Kim Tan menolong nenek, saat nenek sedang diusir oleh pemilik
rumah. Semenjak itu, Kim Tan sering mengunjungi nenek sampai sekarang. Nenek
sudah menganggapnya seperti cucu nenek sendiri,” ucap Nenek Kyung He
menceritakan awal bertemunya dengan Kim Tan. “Wah, kau ini benar – benar
seorang malaikat tampan ya,” puji Kim Nana atas kebaikan Kim Tan. “Nenek tau
tidak? Kim Tan juga pernah menolongku loh, Nek. Semenjak Kim Tan menolong Nana,
kami jadi dekat,” ucap Kim Nana yang juga menceritakan awal bertemunya dengan Kim
Tan. “Dan nenek tau tidak? Kim Tan melakukan itu karena terpaksa. Andai saja
waktu itu Nana tidak pingsan,” ucap Kim Tan yang mencoba membuat Kim Nana
kesal.
***
“Temui
aku di cafe waktu kita kencan pertama kali” Isi pesan singkat dari Kim Tan. “Kencan?”
tanya Kim Nana heran lalu tersenyum kecil setelah membaca pesan singkat yang
ada di ponselnya.
“Ada
dimana dia?” tanya Kim Nana kebingungan mencari Kim Tan di antara orang – orang
yang ada di cafe tersebut. Tidak lama kemudian ponsel Kim Nana berdering, Kim
Nana baru saja menerima pesan singkat dari Kim Tan. “Berbaliklah! Punggungmu
membelakangiku. Aku tidak bisa melihat wajah cantikmu” Isi pesan singkat
tersebut. Setelah membaca pesan tersebut, Kim Nana membalik tubuhnya menoleh ke
arah belakang. Benar saja, terlihat Kim Tan sedang duduk di meja nomor 13. Kim
Nana berjalan mendekati Kim Tan yang sedang tersenyum ke arahnya. “Aaah, tampaknya sekarang kau
berani menggodaku ya,”
ucap Kim Nana yang duduk di hadapan Kim Tan. “Ada apa kau menyuruhku dating
kesini?” tanya Kim Nana penasaran. “Memangnya tidak boleh? Apa dokter tampan
yang bernama Kang Minho-mu itu melarangmu untuk menemuiku?” selidik Kim Tan
panjang lebar. “Jadi kau cemburu?” Kim Nana mulai menggoda Kim Tan yang mulai
terbakar api cemburu. “Sudahlah lupakan saja! Aku tidak ingin membahasnya,”
kesal Kim Tan yang disusul gelak tawa Kim Nana.
“Kenapa
kau selalu tertawa begitu di hadapanku Kim Nana?” tanya Kim Tan dengan sudut
mata yang sedikit menggoda. “Memangnya kenapa? Apa aku tidak boleh tertawa di
hadapanmu Kim Tan?” ucap Kim Nana yang masih tertawa kecil. “Kau terlalu cantik
untuk itu,” puji Kim Tan tanpa segan – segan.”Aaaaa… Apa kau benar – benar
memujiku sekarang? Apa kau menyukaiku?” tebak Kim Nana dengan maksud bercanda.
“Apa perlu aku menjelaskannya dengan rangkaian kata – kata manis?” tanya Kim
Tan yang semakin menatap mata Kim Nana. Sontak pertanyaan Kim Tan itu membuat
Kim Nana terkejut dan tersipu malu. “Sepertinya tidak perlu. Kau telah
menjelaskan semuanya dengan isyarat tubuhmu itu,” jelas Kim Nana seraya
tersenyum membalas tatapan mata Kim Tan. “Kalau begitu, kau tidak boleh terlalu
sering berbicara dengan Kang Minho itu. Berhentilah menyebutnya dokter tampan,”
ucap Kim Tan menunjukkan kecemburuannya. “Baiklah Manager Kim Tan-ku,” ucap Kim
Nana dengan mesra.
“Awal kami bertemu memanglah tidak seromantis pasangan
– pasangan lain. Tetapi, kami mampu mengatasinya dengan cinta dan mengakhirinya
juga dengan cinta.”
~Kim~
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar